OTONOMI DAERAH DAN
PELAYANAN PUBLIK
Otonomi
daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
perundang-undangan.
Dengan otonomi daerah berarti telah
memindahkan sebagian besar ke-wenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat
diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih
cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi
wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih
berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada
kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah,
serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah
otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke
daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan
akan bergeser dari pusat ke daerah. Menguatnya isu Putra Daerahisme dalam
pengisian jabatan akan menghambat pelaksanaan otonomi daerah, disamping itu
juga akan merusak rasa persatuan dan kesatuan yang telah kita bangun bersama
sejak jauh hari sebelum Indonesia
merdeka.
Setiap manusia Indonesia
dijamin oleh konstitusi, memiliki hak yang sama untuk mengabdikan diri sesuai
dengan profesi dan keahliannya dimanapun di wilayah nusantara ini.
Yang perlu dikedepankan oleh
pemerintah daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun
kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standard Pelayanan
Publik yang mudah, murah dan cepat. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah
daerah otonom yang mumpuni perlu diisi oleh SDM yang kemampuannya tidak
diragukan, sehingga merit system perlu dipraktekkan dalam pembinaan SDM di
daerah.
P A D
Pelaksanaan otonomi daerah di
beberapa daerah telah diwarnai dengan kecenderungan Pemda untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah dengan cara membuat Perda yang berisi pembebanan
pajak-pajak daerah. Hal ini telah mengakibatkan timbulnya ekonomi biaya tinggi
(High Cost Economy) sehingga pengusaha merasa keberatan untuk menanggung
berbagai pajak tersebut.
Kebijakan pemda untuk menaikkan PAD
bisa berakibat kontra produktif karena yang terjadi bukan PAD yang meningkat,
akan tetapi justru mendorong para pengusaha memindahkan lokasi usahanya ke
daerah lain yang lebih menjanjikan.
Pemerintah daerah harus
berhati-hati dalam mengeluarkan Perda tentang pajak daerah, sehingga pelarian
modal ke daerah lain dapat dihindari, dan harus berusaha memberikan berbagai
kemudahan dan pelayanan untuk menarik investor menanamkan modal di daerahnya.
Organisasi publik memang berbeda
dengan organisasi bisnis karena organisasi publik memiliki cirri-ciri sebagai
berikut :
Organisasi
publik tidak sepenuhnya otonomi tetapi dikuasai faktor-faktor eksternal.
Organisasi
publik secara resmi diadakan untuk pelayanan masyarakat.
Organisasi
publik tidak dimaksud kan
untuk berkembang menjadi besar sehingga merugikan organisasi publik lain
Kesehatan
organisasi publik diukur melalui :
Kontribusinya
terhadap tujuan politik.
Kemampuan
mencapai hasil maksimum dengan sumber daya yang tersedia.
Kualitas
pelayanan masyarakat yang buruk akan memberi pengaruh politik yang negatif /
merugikan.
Meskipun organisasi publik memiliki
cirri-ciri yang berbeda dengan organisasi bisnis akan tetapi paradigma beru
Administrasi Publik yang dipelopori oleh Ted Gabler dan David Osborne dengan
karyanya "REINVENTING GOVERNMENT" telah memberikan inspirasi bahwa
administrasi publik harus dapat beroperasi layaknya organisasi bisnis, efisien,
efektif dan menempatkan masyarakat sebagai stake holder yang harus dilayani
dengan sebaik-baiknya.
Beberapa aspek yang perlu mendapat
perhatian serius dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain pelayanan publik,
formasi jabatan, pengawasan keuangan daerah dan pengawasan independent.
1. Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang diberikan
oleh pemerintah daerah akan mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan
modalnya di suatu daerah. Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain
struktur organisasi di pemerintah daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan
yang cepat, tepat, mudah dan murah serta tariff yang jelas dan pasti.
Pemerintah perlu menyusun Standard Pelayanan bagi setiap institusi (Dinas) di
daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat, utamanya dinas
yang mengeluarkan perizinan bagi pelaku bisnis. Perizinan berbagai sector usaha
harus didesain sedemikian rupa agar pengusaha tidak membutuhkan waktu terlalu
lama untuk mengurus izin usaha, sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya
besar hanya untuk mengurus perizinan. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak
harus terus menerus dilakukan oleh Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secra
berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat.
Ada hasil penelitian tentang
kualitas pelayanan yang perlu dijadikan pedoman oleh aparat pemda dalam
melayani masyarakat di daerah Studi International menyatakan bahwa tiga 3-6
dari 10 pelanggan akan bicara secara terbuka kepada umum mengenai perlakuan
buruk yang mereka terima. Pada akhirnya 6 dari 10 pelanggan akan mengkonsumsi
barang atau jasa alternatif. Hasil studi The Tehnical Assistens Research
Program Institute menunjukkan:
95
% dari pelanggan yang dikecewakan tidak pernah mengeluh kepada perusahaan.
Rata-rata
pelanggan yang komplain akan memberitahukan kepada 9 atau 10, orang lain mengenai
pelayanan buruk yang mereka terima.
70
% pelanggan yang komplain akan berbisnis kembali dengan perusahaan kalau keluhannya
ditangani dengan cepat.
Dengan demikian pelayanan memegang
peranan yang sangat penting dalam menjaga loyalitas konsumen, demikian pula
halnya pelayanan yang diberikan oleh pemda kepada para pelaku bisnis. Bila
merasa tidak mendapat pelayanan yang memuaskan maka mereka akan dengan segera
mencari daerah lain yang lebih kompetitif untuk memindahkan usahanya.
Penilaian Kualitas Pelayanan
menurut Konsumen menurut Zeitmeml Para suraman Berry yang dikutip oleh Amy YS. Rahayu
penilaian kualitas pelayanan oleh konsumen adalah sebagai berikut :
Indikator kualitas pelayanan
menurut konsumen ada 5 dimensi berikut:
Tangibles:
kualitas pelayanan berupa sarana fisik kantor, komputerisasi Administrasi,
Ruang Tunggu, tempat informasi dan sebagainya.
Realibility:
kemampuan dan keandalan dalam menyediakan pelayanan yang terpercaya.
Responsivness:
kesanggupan untuk membantui dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat
serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
Assurance:
kemampuan dan keramahan dan sopan santun dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
Emphaty:
sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan payanan kepada konsumen.
2. Pengisian Formasi
Jabatan
Formasi jabatan di pemerintah
daerah Tk. I maupun Tk. II ada yang bertambah akan tetapi ada juga yang
berkurang, karena harus disesuaikan dengan kemampuan daerah untuk membiayai
perangkat daerah (dinas) sesuai dengan besarnya pendapatan asli daerah yang
dimiliki.
Pengisian formasi jabatan baik
untuk jabatan politik maupun untuk jabatan karir di Instansi daerah sering
diwarnai dengan menguatnya isu putra daerah. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah menyatakan otonomi daerah sering menimbulkan berbagai gejolak biasanya
terkait dengan proses pemilihan kepala daerah dan pertanggung jawaban kepala
daerah. Kasus pemilihan Bupati Sampang Madura yang berlarut-larut sampai saat
ini belum dilantik menunjukkan bahwa belum semua anggota masyarakat di daerah
siap melaksanakan demokrasi di tingkat lokal.
Demokrasi menuntut adanya sikap
dewasa dan rasional serta sanggup untuk menerima adanya perbedaan pendapat
termasuk kekalahan dari calon atau partai yang didukungnya. Sepanjang proses
pemilihan Kepala Daerah telah dilakukan secara demokratis dengan mengikuti
aturan main yang telah ditetapkan maka semua pihak harus siap menerima apapun
hasilnya. Dalam demokrasi ada idiom yang menyatakan bahwa tidak mungkin suatu
pilihan memuaskan semua orang.
Sepanjang pemilihan itu telah
memuaskan dan diterima oleh sebagian besar masyarakat maka hasilnya harus
diterima dan disahkan sebagai keputusan yang legal. Teror, ancam-mengancam
secara fisik dan psikis merupakan manifestasi dari sikap yang belum dewasa
dalam berdemokrasi, sehingga hal ini harus dihindarkan dalam praktek-praktek politik
di era reformasi saat ini.
Untuk pengisian formasi jabatan
karir pemda hendaknya mengedepankan profesionalisme sehingga tidak terjebak
pada fanatisme sempit berupa kesukuan, sebab bila hal ini yang ditonjolkan oleh
pemda maka selain merugikan pemda sendiri, juga akan mengusik rasa persatuan
dan kesatuan bangsa yang telah sejak lama dibangun dan diperjuangkan bahkan
jauh sebelum kemerdekaan RI.
Menurut Ibnu Purna untuk dapat
mengeliminir terjadinya ego daerahisme pelaksanaan otonomi daerah harus
dilandasi dengan semangat plurarisme dengan cara mempelajari kembali sejarah
pergerakan Nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Strategi pengisian formasi jabatan
yang paling valid, adil dan layak di daerah adalah dengan mengadakan Fit and
Proper Test secara obyektif kepada setiap calon, tanpa melihat dari mana suku
dan daerahnya yang penting masih warga negara Indonesia. Hal ini akan mampu
menekan isi kesukuan yang sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan di era
GLOBALISASI karena keaslian dan kesukuan tidak akan menunjang keberhasilan
pelaksanaan tugas.
Selaiknya dengan profesionalisme
akan dapat memberikan kinerja yang unggul karena pendekatan yang bersifat primordial
adalah masa lalu yang harus segera ditinggalkan. Pembinaan pegawai di
pemerintah daerah harus sudah menerapkan merit system agar kinerja pemda dapat
menjadi clean government di tingkat local sebagai sumbangan untuk menciptakan
clean government secara Nasional.
3. Pengawasan Keuangan
di Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah telah
mengakibatkan terjadinya pergeseran peran dari Departemen yang berada di Pusat
ke Dinas-dinas di daerah. Demikian juga pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
yang dahulu dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dengan Pemimpin Proyek yang
diangkat dan ditunjuk oleh Menteri., kini telah diserahkan kewenangan untuk
mengangkat dan menunjuk Pinpro kepada pemerintah daerah. Diserahkannya
kewenangan pelaksanaan proyek ke daerah berarti diserahkan pula kewenangan
pengelolaan keuangan negara yang cukup besar kepada daerah. Sementara tugas
pelaksanaan kegiatan dari Departemen secara berangsur-angsur akan menciut dan
tinggal pembinaan dengan pembuatan standar-standar baku.
Meningkatnya jumlah anggaran yang
dikelola di daerah perlu dibarengi dengan peningkatan kemampuan pengawasan
keuangan di daerah . Sebab membengkaknya anggaran di pemda bila tidak diikuti
dengan pengawasan keuangan yang memadai tidak tertutup kemungkinan akan
menyuburkan praktek KKN di daerah. Untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan
pengawasan keuangan di daerah diperlukan pendistribusian aparat pengawasan
(Itjen dan BPKP) ke daerah tingkat I maupun TK II. Pengawasan keuangan di
daerah tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada DPRD sebab DPRD bersifat
politis dan tidak semua anggota DPRD memiliki staf ahli yang mampu dan
menguasai seluk beluk pelaksanaan keuangan daerah.
4. Lembaga Pengawasan
Independen
Untuk mengawasi kinerja DPRD yang
kini berfungsi sebagai independent yang bertugas memantau kinerja DPRD.
Kewenangan yang cukup besar yang dimiliki oleh DPRD ini dapat saja
disalahgunakan untuk kepentingan para anggota DPRD sendiri, sementara
kepentingan rakyat tetap saja terabaikan. Tugas dari lembaga ini adalah untuk
menekan praktek-praktek politik yang kolusif yang dilakukan oleh DPRD dan
Kepala Daerah. Pada saat penyusunan RAPBD dan penyampaian Laporan
Pertangungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, adalah saat yang kritis dan perlu
mendapat perhatian serius dari segenap lapisan masyarakat agar tidak terjadi
persekongkolan politik yang merugikan kepentingan masyarakat.
Kasus pemberian mobil dinas kepada
setiap anggota DPRD telah mendapat dana sebesar Rp 75.000.000,00 sebagai subsidi
pembelian kendaraan. (Republika, 9 Maret 2001) dinilai oleh sebagian perbuatan
yang dilakukan agar pertanggungjawaban kepala daerah tidak dipermasalahkan oleh
DPRD, padahal masih banyak pos-pos untuk kesejahteraan masyarakat yang perlu
dibiayai dari APBD. Disini jelas bahwa demi memuluskan penilaian atas LPJ
gubernur telah memanjakan DPRD dengan berbagai fasilitas berlebihan.
Di daerah kasus yang hampir sama
juga terjadi di Kab. Purbalingga Jateng dimana utang pribadi anggota Dewan berupa
kredit Sepeda Motor senilai Rp. 450.000.000,00 dilunasi dengan anggaran APBD
Kabupaten. Hal ini ada kaitannya dengan penyampaian Laporan Pertanggungjawaban
Bupati yang disampaikan pada bulan Maret 2001.
Eforia rupanya juga menghinggapi
sikap para DPRD sehingga tidak tertutup kemungkinan para anggota DPRD
menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki. Lembaga pengawasan Independen ini
beranggotakan para tokoh masyarakat, kalangan perguruan tinggi dan LSM yang
konsen terhadap Clean Government sehingga perlu mengawal ketat pelaksanaan
otonomi daerah di seluruh Indonesia, agar otonomi daerah benar-benar mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, tanpa dibarengi dengan
meningkatnya KKN di seluruh daerah.
PENUTUP
Pelaksanaan otonomi daerah me
mungkinkan pelaksanaan tugas umum Pemerintahan dan tugas Pembangunan berjalan
lebih efektif dan efisien serta dapat menjadi sarana perekat Integrasi bangsa.
UU No. 22 1999 jauh lebih Desentralistik dibandingkan dengan UU No. 5 1974
namun karena pelaksanaan nya berbarengan dengan pelaksanaan Reformasi yang
mengakibatkan efuria-efuria di kalangan masyarakat maka pelaksanaan otonomi
daerah dapat juga diwarnai efuria baik dari Kepala daerah maupun dari para
anggota DPRD.
Untuk menjamin agar pelaksanaan
otonomi daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat, maka segenap lapisan masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers maupun para
pengamat harus secara terus menerus memantau kinerja Pemda dengan mitranya DPRD
agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri, transparansi,
demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan
pemerintahan yang baik good government dan Clean government.
Bila semua daerah otonom dapat
menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan demokratis, maka pemerintah
kita secara nasional pada suatu saat nanti entah kapan mungkin juga akan dapat
menjadi birokrasi yang bersih dan professional sehingga mampu menjadi negara besar
yang diakui dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar